Diceritakan : Alwin Syahputra
DONI locak, dia jaga kali ini. Kami mengambil ancang-ancang menjauh dari jangkauannya melempar bola. Sebab lemparan bolanya sangat berbahaya. Selain tepat sasaran, lemparannya juga sangat kuat. Kalau terkena badan, rasanya sangat sakit sekali, pedas. Kami menyebutnya “kena bengek”.
illustrasi |
“Awas…! Woiii…!!,” teriak kawan-kawan
agar menjauh dari jangkauan lemparan Si Doni.
Doni tampak menggenggam bola plastik
itu, dia mengamati sekeliling halaman masjid yang selebar lapangan bulutangkis
itu. Sesekali dia menggertak dengan berpura-pura melempar lawannya yang
mendekat. Yang digertak pun berkelit-kelit menghindar.
Permainan ini kami namakan “Bola
Bengek”. Main bola bengek ini sangat populer di era tahun 80 hingga 90an. Aturannya,
pemain yang jaga tidak boleh bergerak selangkah pun dari posisinya untuk
melempar bola mengenai lawannya. Sebelum permainan dimulai, pemain harus diundi
dulu mencari siapa pemain yang jaga. Cara pengundiannya adalah wang
(membalikkan telapak tangan secara bersama-sama) dan diakhiri dengan suit
apabila sudah satu lawan satu.
Pemain lawan yang terkena lemparan
tidak boleh bermain lagi dan menunggu sampai pemain-pemain lain kena bengek.
Jumlah permainan bola bengek ini tidak terbatas asal lebih dari dua orang. Pemain
yang jaga atau locak adalah pemain yang pertama kali kena bengek.
Apabila pemain jaga melempar bola ke
arah pemain lawan namun tidak mengenai sasaran, maka pemain lawan boleh
menendang bola itu jauh-jauh atau mengover (membagi) ke pemain lainnya sehingga
pemain yang jaga berusaha mengejar dan memungut bola itu kembali dan
melemparkannya kepada pemain lawan.
Kami yang sudah menyebar tidak boleh
lengah dan menjauh dari jangkauan lemparan Doni kalau tidak ingin kena bengek.
Gertakan Doni membuat kami jingkrak-jingkrak dan berkelit karena takut terkena
lemparannya.
Tiba-tiba Doni melempar Alim. Alim
yang sadar dilempar berusaha menghindar dan bola tidak mengenainya. Maka dengan
cepat, Alim menendang bola itu jauh-jauh ke arah teman-teman yang lain. Doni
pun mengejar bola itu, namun bola itu mengarah ke kaki Tito dan Tito menendang bola itu ke arah Aku.
Aku yang tidak sangka kedatangan bola
yang sangat cepat bergegas menendang bola itu, tapi tendanganku meleset dan
Doni dengan cepat berusaha mengambil bola itu, tapi aku sudah terlanjur lari
dan bersembunyi di tiang listrik.
Jarak Doni dan aku hanya 5 meter, dia
berhasil mengambil bola itu dan mencoba melemparkannya ke arah aku. Aku yang
bertubuh kurus itu mencoba mensejajarkan diri dengan tiang listrik. Doni
menggertak-gertak agar aku keluar dari tempat persembunyian tapi aku tetap
bertahan di balik tiang listrik.
Doni pun tak habis akal, dia lalu
mengambung-ambungkan bola itu setinggi kepalanya sambil melangkah. Cara seperti
itu diperbolehkan dalam permainan ini, agar dapat menjangkau pemain lawan. Dia
sudah begitu dekat dengan ku dan kami seperti bermain Ci luk Ba...
Tiba-tiba Doni melemparkan bola itu ke
arahku dan aku yang sadar akan dilempar segera berlari ke arah yang lain.
Akibatnya bola lemparan Doni tidak mengenaiku.
“Aduuhh….!?” teriak seseorang sambil
memaki-maki.
Orang itu adalah orang dewasa abangan
kami yang sedang duduk di bangku panjang di sebuah kedai Mak Inong. Dia
kesakitan karena punggungnya di bengek Si Doni. Doni tidak sengaja mengenai
orang itu karena aku tadi menghindar dari lemparannya.
Orang dewasa itu tampaknya sedang
kesal dan mengejar Si Doni. Lalu dia memukuli Doni bertubi-tubi hingga membuat
Doni menangis. Permainan bola bengek terpaksa kami hentikan karena salah satu
kawan kami sedang dipukuli orang dewasa, selain itu bola bengek kami disita
orang dewasa itu.***
Iya dong, sakit...
ReplyDeletetp kejam sekali sama anak2
melanggar HAM tuh