Bang Madya Sejak Umur 8 Tahun Nyemir Sepatu

MADYA, bapak satu anak ini kerap menyapaku: “Don,”. Hampir setiap bertemu dengannya, dia selalu menyapaku dengan sebutan itu. Sapaan itu, memang terlihat akrab, tetapi ada sesuatu maksud kenapa dia ingin menyapaku.
Madya
MADYA, bapak satu anak ini kerap menyapaku: “Don,”. Hampir setiap bertemu dengannya, dia selalu menyapaku dengan sebutan itu. Sapaan itu, memang terlihat akrab, tetapi ada sesuatu maksud kenapa dia ingin menyapaku.

Sapaan itu, keluar dari mulutnya yang berkumis tipis, tetapi matanya mengarah kearah sepasang sepatu hitamku yang tapaknya sudah terbelah. Sepatuku itu terlihat usang, dan memang pantas dibuang.

Madya, tinggal di Jalan Mantri Kampung Aur, rumahnya terletak tepat di pinggir Sungai Deli, dan selalu terkena banjir. Usianya sudah hampir 45 tahun, namun baru 9 tahun lalu melepas masa lajangnya dengan seorang gadis, yang juga tetangganya. Jarak usia Madya dengan Marni, sang gadis, berjarak 20 tahun. Hasil hubungan mereka kini telah membuahkan 2 anak.

“Semir, Don?” tawarnya sambil mengarahkan jari telunjuknya kearah sepatuku agar sepatu bututku itu dibuatnya bagus, tampak seperti baru. “Boleh juga,” jawabku, sambil melepas sepasang sepatu yang aku beli dengan harga murah di sebuah pusat perbelanjaan dekat kawasan Teladan Medan.

Madya lalu mengambil sepatu itu dan mencari posisi yang bagus untuk menjalankan tugasnya sebagai Penyemir Sepatu. Dan aku menarik sebuah bangku plastik sambil menikmati sebuah tayangan televisi dan sesekali menyedot Mutisarinem rasa jeruk nipis di sebuah Warung Kopi di Kampung Aur.

Sejak usia 8 tahun, Madya sudah menggeluti usaha menyemir sepatu. Dari satu toko ke toko yang lain hanya untuk menawarkan jasanya membersihkan sepatu orang. Upah per sepatu saat itu masih Rp 50 perak dan sekarang upahnya menjadi Rp 5000 perpasang.


Semasa lajang, uang hasil menyemir sepatunya itu dia simpan di sebuah celengan plastic yang dibelinya seharga Rp 500 di sebuah kedai kelontong milik Pak Amir Akak. Jika celengan itu penuh, maka Madya membelinya dan mengisinya lagi, begitu seterusnya, hingga duit hasil simpanannya itu mencapai jutaan.

Selain rajin shalat, Madya juga mudah bergaul dengan orang-orang terutama dengan para tetangga. Kebaikkannya itu menjadi ciri khas sehingga orang tidak segan-segan meminta pertolongannya. Misalkan saja, meminjam uang. Yah…? Madya juga terkenal suka meminjamkan uang hasil jerih payahnya itu ke orang-orang, bahkan orang yang tidak dikenalnya sama sekali.

“Paling banyak yang pinjam uang sampai Rp 5 juta, tapi bayarnya payah kali,” keluhnya sambil mengayunkan berus semir itu ke sepatu yang mulai mengkilap.

Iya, Madya kerap meminjamkan uangnya kepada orang, banyaknya orang yang meminjam uang padanya hampir 30 orang, dari Rp 50 ribu sampai Rp 5 juta. Tetapi anehnya, tidak satu pun nama orang dan jumlah uang yang dipinjam ditulisnya di sebuah buku catatan.

“Aku ingat semua nama-nama orang itu dan uangnya,” katanya, sambil menyebut nama seseorang dan berapa uang yang telah dipinjamnya serta tinggal berapa cicilannya, dengan satu persatu.

Namun, tidak sedikit orang yang enggan mengembalikan uang Madya, bahkan ada yang menyicil Rp 50 ribu tiap bulan selama dua tahun. “Kalau mau minjam baik-baik, tapi pas ditagih banyak kali alasannya,” katanya.

Kini Madya menyesal telah meminjamkan uang-uangnya kepada orang lain. Apa yang dilakukannya saat ini hanyalah tinggal menagih uang-uangnya itu. Pernah ketika dia akan sedang melangsungkan pernikahan, Madya sangat membutuhkan uang. Tetapi tidak seorang pun yang mau membayar cicilannya.

“Nah, sudah siap,” ucapnya sambil menaruh sepasang sepatuku yang tadinya kelihatan butut penuh lumpur dan debu menjadi mengkilap seperti baru. Lalu aku mengeluarkan uang lembaran Rp 5000 dan menyerahkannya kepada Madya. “Trima kasih, Don. Ya?” katanya sambil berlalu. *

* Dikutip dari Catatan Facebook Donny Philli
Bang Madya Sejak Umur 8 Tahun Nyemir Sepatu Bang Madya Sejak Umur 8 Tahun Nyemir Sepatu Reviewed by Unknown on Friday, August 30, 2013 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.