KLIK PHOTONYA DAPATKAN BERITANYA DI HARIAN ANALISA ONLINE |
Di depan bangunan 6x12 tersebut ada tergeletak ayunan duduk persis di bawah tempat jempur pakaian. Di sebelah beca bermotor sedang parkir. Anak-anak pun memanfaatkan untuk bermain.
Sebagian anak-anak dengan pakaian sedikit rapih sibuk membersihkan ruangan yang akan digunakan untuk belajar. Ruangan itu adalah Sekretariat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komunitas Peduli Anak (KOPA) Sarana Pelayanan dan Pembinaan Anak. Lokasi tersebut juga menjadi kantor Pimpinan Ranting Muhammadiyah Aur Cabang Medan Kota.
Salah seorang pengelola, Kak Syafri Tanjung mengatakan di ruangan 6x12 ini memang setiap pagi, siang dan malam selalu ramai. Ada saja kegiatan mengisi waktu luang bagi anak-anak.
Di pagi hari, anak-anak belajar di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). “Ada 16 anak dari pinggiran rel dan seputar Kampung Aur yang belajar di ini. Sedangkan siang menjelang sore ada 21 orang anak belajar Taman Pendidikan Alquran dengan sistem hafalan,” kata Kak Syafri.
Pada malam hari, lanjutnya anak-anak berkumpul, ada saja kegiatan yang membuat anak-anak bisa mengasah kreativitasnya dan tentunya dilakukan dengan nuansa penuh kegembiraan. “Kita ingin anak-anak ini bersemangat. Walaupun tidak dapat dipungkiri anak-anak juga mengalami permasalahan di rumah tapi mereka harus selalu bergembira dan belajar,” kisah Syafri.
Dia mengaku, untuk mendidik anak-anak, bagi yang belajar PAUD dibebankan dana tapi bagi yang belajar TPA gratis. Pihak pengelola hanya berharap dari infaq agar kelangsungan pendidikan anak-anak pinggiran tetap terlaksana.
TEMPAT PENELITIAN
Syafri Tanjung mengaku, lembaga yang dikelola bersama teman-temannya ternyata menjadi tempat penelitian bagi mahasiswa baik ilmu kesejahteraan sosial, kedokteran dan psikologi. Bahkan, berdasarkan catatan, mahasiwa Fakultas Kedokteran UMSU, UISU, dan USU sering datang untuk memberikan pelatihan kesehatan dasar. Sedangkan mahasiswa Psikologi selalu magang mengadvokasi anak-anak untuk tumbuh kembang lebih baik.
Untuk kebutuhan hak dasar anak seperti akte kelahiran. Syafri punya cerita sendiri. “Ketika itu saya searching di internet dan mengetahui bahwa pengurusan akta kelahiran tidak lagi melalui pengadilan. Spontan, saya undang ibu-ibu di Kampung Aur dan rel untuk datang dan menjelaskan. Keesokannya, ibu-ibu pun ramai mendatangi kantor Lurah. Dikira ada demo, tapi ternyata meminta surat pengantar lurah. Saya dan teman-teman pun mendampingi hingga ke kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Kini, banyak anak-anak di Kampung Aur sudah memiliki akta kelahiran,” ucapnya.
Perjuangan Syafri dan teman-teman ternyata mendapat perhatian dari Lurah Aur dan Kecamatan Medan Maimoon, tapi kini diapun masih pusing karena harus memikirkan sisa kontrak yang kini belum bisa ditutupi. **
Courtesy Hr Analisa
No comments:
Post a Comment