"Mariam Tomboy"
Diceritakan : Donny Philli
“OH… Mariam Tomboy Mak Inang, Si Japang Mati…, Oh… Mariam Tomboy Mak Inang, Si Japang Mati… Oh… Mariam Tomboy Mak Inang, Si Japang Mati…” Dengan semangat, anak-anak Kampung Aur menyanyikan lagu plesetan yang nadanya diambil dari film Naga Bonar, dibawah Jembatan HVH Jalan Letjend Soeprapto, di pinggir Sungai Deli, Kampung Aur.
Meskipun nadanya mirip,
namun liriknya diubah-ubah. Lagu ini selalu terdengar tatkala memasuki awal
Bulan Suci Ramadhan, 20 tahun yang lalu, saat umat Islam menjalankan ibadah
puasa, dan saat aku berusia 12 tahun.
Di bawah kolong jembatan
HVH, Kampung Aur itu, aku dan sejumlah kawan-kawan dengan semangat memotong
sebatang bambu, yang tumbuh tepat dibibir Sungai Deli. Semak-semak dan timbunan
sampah tak menjadi penghalang, meskipun miang bambu sudah melekat ditubuh kami
yang mulai mengalami gatal-gatal.
“Win…! Cepatlah kau potong bambunya, lama kali
pun,” desak Rustam yang sudah menggaruk-garukkan kakinya yang gatal kepada
temanku Iwin yang sedang menebas batang bambu dengan parang, sedangkan aku
memegang batang bambu itu sambil memejamkan mata karena telah kemasukkan miang
bambu.
“Byurr…!?” aku terjun ke sungai bersamaan
batang bambu yang sudah lepas dari akarnya untuk dibersihkan miangnya. Kawan
yang lain ikut juga menceburkan diri untuk menghilangkan gatal-gatal dibadan
yang sudah memerah.
Bambu yang dipilih
adalah bambu yang sudah tua, batangnya bulat besar dan bunyinya nyaring.
Setelah bambu terpotong, kemudian bambu itu dipotong lagi menjadi tiga bagian,
panjang tiap potongan bambu sekitar 1,5 meter.
Setiap ruasnya dijebol
kecuali ruas yang terakhir, karena ruas yang terakhir ini berguna untuk
menampung minyak tanah. Di sekitar buntut bambu di lubangi agar minyak tanah
bisa masuk dan bisa digunakan sebagai pemicu letupan.
Ketika bambu sudah
selesai jadi meriam, beberapa anak-anak mulai memikulnya dan mencari posisi
yang pas untuk penempatan meriam. Sore pun menjelang, anak-anak Kampung Aur ini
pun segera pulang untuk menyambut malam pertama Tarawih. Terdengar lagu, Oh…
Mariam Tomboy Mak Inang, Si Japang Mati, yang dinyanyikan ramai-ramai.
Kampung Aur bertetangga
dengan Jalan Badur dan termasuk satu Kecamatan Medan Maimun namun beda
kelurahan. Kampung Aur terletak di Kelurahan Aur dan Jalan Badur terletak di
Kelurahan Hamdan, yang memisahkan keduanya adalah Sungai Deli.
Konon dulu, semua
tetangga Kampung Aur, seperti, Gang Meriam, Pantai Burung, Jalan Badur dan
Jalan Mangkubumi, selalu mendapat intimidasi dari anak-anak Kampung Aur. Jika
sudah mendengar nama Kampung Aur, para tetangganya selalu ciut dan takut,
karena keberanian dan kenekadan anak-anak Kampung Aur, yang memang terkenal
nakal. Bahkan daerah luar pun sempat keder mendengar nama Kampung Aur.
Lagu Mariam Tomboy,
adalah plesetan nama seorang cewek bernama Mariam yang memang tomboy, tinggal
di Jalan Badur, yang setiap hari mandi di tepian sungai selalu memakai pakaian
basah yang tembus pandang, sedangkan Mak Inang adalah sosok ‘omak-omak’ Kampung
Aur, yang selalu cerewet dan ditakuti anak-anak. Lalu nama Si Japang, adalah
nama orang tua Jalan Badur, yang mempunyai anak yang bermacam tingkah, ada
bandal, banci dan goblok, sehingga kerap nama bapaknya disebut-sebut. Semuanya,
Maaf Ya…!
Saat malam tiba, selesai
Shalat Tarawih di Masjid Jami’ Kampung Aur, puluhan anak-anak usia 9 sampai 13
tahun berhamburan keluar masjid. Mereka menuju ke kolong jembatan HVH, sejumlah
anak-anak rupanya sudah memulai permainan Meriam Bambu. Suara letupan dari
meriam bambu itu cukup memekakkan telinga, ada juga meriam bambu yang masuk
angin, sehingga suara letupannya terdengar seperti kentut,
"Pussshhh".
Anak-anak Jalan Badur
juga sudah memulai ‘pertempuran’. Suara teriak, letupan meriam, ledakan mercon
bercampur dengan deru kendaraan yang lalu lalang dari atas jembatan sana
sehingga terdengar meriah. Anak-anak seberang kerap menggunakan lumpur sebagai
senjatanya saat ditembakkan dari meriam bambu.
Pertempuran memasuki
tahap yang memanas, anak-anak Kampung Aur, tidak kalah sengit membalas setiap
tembakan meriam bambu yang ditembakkan dari anak-anak Jalan Badur.
Agar pertempuran ini
dimenangkan anak Kampung Aur, meriam bambu di service, lubang pemicu
digosok-gosok, diisi minyak tanah, lalu lubangnya dibakar. Begitu seterusnya
sampai suaranya benar-benar dahsyat. Jika anak-anak Jalan Badur mampu
menembakkan lumpur sampai bibir sungai saja, maka anak-anak Kampung Aur mampu
menghujani lumpur kebadan anak-anak sebarang sana.
Tetapi, lumpur terlalu
berat untuk ditembakkan, dan dampaknya tidak terlalu besar. Anak-anak Kampung
Aur mulai mencari akal, bagaimana agar ‘musuh’ bisa kalah. Maka ditemukan suatu
ide cemerlang tapi menjijikkan, yakni, kotoran manusia yang hanyut sebagai
pelurunya.
“Dian, kau tampung taik kau,” perintah Rustam
kepada Dian yang kebetulan sedang buang air besar. Aku bersiap di belakang
meriam, tongkat obor siap dinyalakan dan siap meletupkan meriam bambu itu.
Bergegas Dian menangkap
kotorannya itu dan dimasukkan ke dalam plastic kresek, lalu 'Taik' itu
dimasukkan ke dalam mulut meriam, aku siap menyulutkan api di dalam lubang
kecil di pantat meriam. Begitu disulut,
"Duarrr...,"
suara menggema keluar dengan dahsyatnya disertai dengan mencurahnya kotoran
manusia tadi, jauh ke sebarang sungai dan tepat mengenai sasaran.
Sejumlah anak-anak Jalan
Badur berhamburan terjun ke dalam sungai, muka dan badan mereka berlepotan
kotoran Si Dian. Anak-anak Jalan Badur itu mencak-mencak sambil mengeluarkan
kata-kata kotor. Tetapi tembakan meriam berisi kotoran manusia terus
ditembakkan sehingga anak-anak Jalan Badur kabur meninggalkan meriamnya.
Nyanyian kemenangan pun
terdengar. “Oh… Mariam Tomboy Mak Inang, Si Japang Mati... Oh… Mariam Tomboy
Mak Inang, Si Japang Mati... Oh… Mariam Tomboy Mak Inang, Si Japang Mati...”
Rampasan perang pun berhasil kami peroleh. ##
"Mariam Tomboy"
Reviewed by Unknown
on
Sunday, September 30, 2012
Rating:
No comments: